Tuesday 1 November 2011

Hilangnya Kebanggaan Terhadap Indonesia

Hari ini, 28 Oktober, merupakan hari Sumpah Pemuda. Adanya tekad untuk mempersatukan Indonesia.

Berpikir … apakah memang kita masih bangga terhadap INDONESIA? Semua yang ada di Indonesia sudah dijual atau digadaikan ke pihak asing. Demi globalisasi atau pasar global, korbankan (kebanggaan atas) Indonesia. Atau memang sudah tidak ada yang dapat dibanggakan?


Filed under: Curhat Tagged: indonesia, postaday2011
Link to full article

Development Indicators

Comparative charts of Indonesian economic development indicators, or why Malaysia is just better.

From the World Bank's 'World Development Indicators'.

GDP

Electricity Consumption

Teenage Fertility Rate

Total Fertility Rate

Days Needed to Start a Business

High Tech Exports

Internet Usage

Primary School Graduation

A possible question from the data might be - why is Malaysia such a relative outlier? Among others...

Development Indicators is brought to you by Indonesia Matters, where you can book flights in Indonesia, and features listings of Indonesian hotels, like Kuta hotels, Sanur hotels, hotels in Jakarta and near Jakarta airport, and more.


Link to full article

Hot Air Hostesses

On the legal, economic, cultural and political issues of hot versus frumpy air hostesses.

Flight Attendant
Hot

Blogger Glen Whitman wonders about the decline in 'hotness' of airline stewardesses on American airlines, putting the change from young and hot until about the 1970's to older and plainer nowadays down to deregulation; in the past airlines largely couldn't compete for passengers on price, as prices were centrally fixed, but instead had to differentiate themselves by quality of service, food... and the attractiveness of their hostesses.

Frumpy, or motherly
Not

After deregulation in 1978 however, when prices were competitively slashed, American airlines found that

as much as male customers might have enjoyed the eye candy, they weren't willing to pay for it. More attractive staff can command higher wages. The airlines could have continued to pay them, if the higher quality had attracted more customers. But as it turns out, most people just wanted to get where they were going, fast and cheap.

In response, Megan McArdle, senior editor for 'The Atlantic', says that the deregulation argument is all at sea, that in fact the change in appearance standards is down to

a combination of feminist shaming, union demands, and anti-discrimination laws

Where airlines once required that female staff be single, slim, childless, and not much over 30, they are now unable to rid themselves of hostesses who no longer meet these standards, and essentially are bound to employ hostesses for life.

Citilink Flight Attendant Ad
Citilink ad - Are you a good looking single female?

In Indonesia, as in most of the wild east of Asia as anyone killing time wandering around Changi airport in Singapore will recount, things are different, unions, feminist harridans, and anti discrimination laws are weak or non-existent, and flight stewardesses still score pretty highly on the hotness scale, with the possible exception of the national carrier Garuda.

To end, a gallery of Indonesian flight hostesses:

Batavia Air PramugariFlight AttendantAir HostessesLion Air hostessesPramugari IndonesiaStewardesses

Hot Air Hostesses is brought to you by Indonesia Matters, where you can book flights in Indonesia, and features listings of Indonesian hotels, like Kuta hotels, Sanur hotels, hotels in Jakarta and near Jakarta airport, and more.


Link to full article

Monolog “Lelaki Bulan Mei”

MONOLOG “LELAKI BULAN MEI”
Karya: Ali Syamsudin Arsi
(Ditulis kembali oleh HE. Benyamine)

(Naskah monolog ini diolah dari Gumam Asa 8 yang terdapat dalam buku Gumam ASA 2: TUBUH DI HUTAN-HUTAN, Penerbit Tahura Media; Banjarmasin, Cetakan I,  2009: halaman 60 – 75)

PANGGUNG MINIM  DAN SEDERHANA. Menggambarkan ruang kecil, sederhana, dan minim perabotan. Ada satu meja dan satu kursi/bangku, dengan satu jendela (yang dipersiapkan untuk tertutup dan terbuka), menyesuaikan kebutuhan cerita dan pemanggungan.

Panggung dengan pencahayaan yang menggambarkan suasana pagi dengan sinar yang perlahan semakin cerah. Aktivitas warga mulai berdetak, terdengar suara-suara tetangga yang sedang menata hari yang akan dilalui, sayup-sayup anak-anak kecil yang berteriak minta dimandikan orang tuanya karena terburu mau berangkat sekolah. Suara televisi dengan berita hangat yang sebenarnya sudah basi seperti terus diulang-ulang, samar terdengar dari televise-televisi tetangga. Para tetangga sebagian sudah menyalakan kendaraan untuk memanaskan mesin yang sempat kedinginan tadi malam. Masing-masing keluarga sibuk dengan pagi yang cerah dengan sinar mentari yang hangat. Lagu Alamat Palsu si Ayu Ting-Ting mengalun dari tape recorder tetangga, yang terus diulang seakan hanya ada lagu itu saja. Pagi semakin gaduh dengan berbagai aktivitas warga, suara-suara menjadi samar, semakin terasa seperti sesuatu yang tidak terdengar. Cahaya pagi semakin terang, kegaduhan atau keberlaluan suara-suara di sudut kota yang semakin menghilang mengiringi masuk ke pertunjukan …

Tokoh Kita masuk, aktor yang memainkan lakon monolog ini. Bersemangat dan ceria. Ia seperti sedang mengingat tentang sesuatu yang begitu membekas di hati dan pikirannya. Ia berjalan tegak menuju jendela kamarnya, kemudian membukanya. Entah mengapa, setiap membuka jendela ia seperti sedang mengalami kegembiraan. Ia terlihat bergumam, mungkin doa-doa yang sedang dilepaskan ke angkasa, seraya menghirup udara begitu menghayati.

Lalu, ia mulai bergumam dengan artikulasi yang jelas.

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei telah mencairkan degup di dadaku. Jadi, tidak ada alasan aku menjadi takut untuk tampil ke depan.

(Menghirup udara dengan mata terpejam, seakan sedang menikmati wanginya kekasih sambil mengingat kenangan yang indah bersamanya.)

TOKOH KITA: Tentang Lelaki di bulan-bulan berlewat. Bulan-bulan yang terus melewati catatan sejarah. Kelebat riuh menunggu terpancar jelas di redup bola mata bocah-bocah bertumpu. Saat ini adalah sangat tepat untuk memulai latihan dan bercakap, kita buka lembar-lembar puisi kembali, di sini, saat ini. Bermula dengan suara-suara pelan lirih dan biasa-biasa saja, sebatas engkau mampu.

(Pause, berganti menjadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI:  “Wahai anak-anakku!”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

Sesekali melihat ke atas, seakan sedang mencari sosok yang mengesankan.

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei memulai dengan tatap dan senyum, terselip pengharapan yang jauh sampai tak terjangkau lagi oleh panjangnya benturan-benturan segala macam mimpi. Lelaki yang mencoba meniti di bentangan duri-duri mimpi, sebab mimpi di sini belum sempat menemukan titik pasti, seperti api dalam janji.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Ayolah, anak-anakku, kita menuliskan sebiji demi sebiji. Kata demi kata, entah bunga yang ada di benakmu, entah pasir yang ada dalam pikiranmu, entah bulan yang melintas di kelopak matamu, entah daun jendela yang terdengar bunyinya melaju melewati daun telingamu, entah boneka yang sedang berkedip di ranjang kesayanganmu, atau kamarmu yang belum juga rapi sebelum ocehan ibu memburu dari bilik dapur di kepul-asap kompor atau tentang kebunmu yang masih belum tertata, ayolah anak-anakku, sekarang kita memainkan pensil kecilmu memainkan ujung penamu, kita menuliskan kata demi kata, sesukamu, dan ingatlah tak ada yang salah dalam coretan kalian, sekali lagi tak ada yang salah.

(Berhenti sebentar, seakan sedang memberi kesempatan kata-katanya merasuk ke lawan bicaranya.)

LELAKI BULAN MEI: Kalian akan pasti berani untuk memulai, mari. Tarikan pikiranmu, mari tarikan ujung pencilmu, mari meliuklah sampai ke batas-batas yang kamu suka. Jangan ragukan kemampuan cemerlangmu.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita) 

TOKOH KITA: Tentang Lelaki yang terus saja mengalirkan suara-suara lewat senyum dan tawa-tawa, mengalirkan daya demi daya, mengalirkan kekuatan demi kekuatan. Deru mobil berpuluh lipat sudah melintas. Jarum jam tak mau berkhianat. “Kapan kita mulai membacanya?”Ada nada bergejolak yang datang tiba-tiba dan sangat menghentak, sebuah tuntutan yang tentu saja bukan datang dengan ukuran cepat atau lambat, tetapi telah sering bermula dengan sesuatu yang mungkin awalnya asing.

(Suasana terasa sepi di luar, tapi begitu bergelora di dalam dada Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei, tak mau  melepaskan senyum sebelum ada yang menjalar di benaknya, ini sebuah rencana, seperti juga perjalanan jauh, panjang dan pasti akan sangat melelahkan, tetapi berhadapan dengan redup bola mata-bola mata yang berharap adalah sebuah perjuangan yang harus dijalani dengan suka cita bukan sebaliknya karena apa yang mereka alami bukan berarti harus kandas hanya karena sebuah tuntutan berdasarkan kepentingan jarak dekat saja, ini perjalanan panjang.

(Tokoh kita menarik napas dalam, lalu seakan mempertegas pada dirinya sendiri)

TOKOH KITA: Jangan sampai terjebak oleh angka. Dan jangan sampai terkurung olehnya.

(Pause, menjadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Ayolah, anak-anakku, kita mulai dengan memberikan kelembutan pada suara-suara, kita mulai dengan kelembutan untuk mencapai kejernihan dan tentu saja kita harapkan agar semua yang kita baca akan berjalan dalam kejelasan. Ayolah anak-anakku, setiap kata terbagi oleh beberapa suku-kata, ya setiap kata terbagi oleh beberapa suku-kata.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Tentang Lelaki yang berjalan pada bulan-bulan jauh, berjalan membelakang waktu. Catatan sejarah telah menawarkan dirinya di lembar-lembar lapisan angin. Terbanyak pada waktu menjelang senja, lelaki yang berjalan selalu saja melewati pucuk-pucuk suara. Dengarlah anak-anaknya berseru-menderu bagai gelombang, karena selalu saja dimulai dengan kebersamaan agar tidak ada rasa takut itu, agar menjadi berani itu, agar tidak terkepung oleh malu itu.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Kalian berjumlah 30 orang, mari kita bersama-sama kalahkan ketakutan itu, mari kita kepung rasa malu itu. Ayolah anak-anakku, kita mulai lagi dengan mengulang, berkali-kali. Dari yang paling pelan dari yang paling tak terdengar suaranya, dari yang paling sepi suaranya. Ayolah anak-anaku, berulang kita suarakan setiap ada suku-kata, ya dari suku-kata, agar pembacaan kita terbiasa dengan mempertahankan yang namanya kejelasan. Ayolah anak-anakku, kita mulai dengan pembacaan yang sejelas-jelasnya. Jangan takut dan jangan malu.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

Berjalan menuju kursi dan meja, lalu duduk sambil menghirup kopi di cangkir yang ada di meja, dengan tetap bergumam dengan artikulasi jelas.)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei, menderapkan langkah, berpijak pada gema yang memantul dari banyaknya suara. Tentu saja tidak semua akan mau memulai bila hanya untuk yang pertama, bersuara kecil saja sesak terasa dan takut itu dan malu itu masih menjerat erat di kerongkongan mereka walau mereka akan mengepungnya bersama-sama dengan jumlah yang tidak sedikit, dengan jumlah ketiga-puluh macam suara, tentu saja harus dimulai dengan tenang dan senyum tak pernah melepaskan daya, tak akan melarikan pukaunya sejak semula.

(Menyeruput kopi)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei, sebelum bergumam. Lalu ada yang keluar dengan merdu dan pasti bahwa ….

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

Dengan posisi masih duduk di kursi.

LELAKI BULAN MEI: “Bila kamu telah memiliki satu kata ‘daun’ maka ucapkan dengan persukuan da – un, dan bila kata yang ada pada catatan kamu adalah ‘matahari’ maka ucapkanlah dengan ma – ta – ha – ri, begitulah kepada yang lainnya.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita) 

TOKOH KITA: Berulang lagi untuk menuliskan kata demi kata, berulang lagi untuk mengucap kata demi kata lewat persukuannya. Akh, engkau Lelaki, ada saja yang tercetus dalam lingkaran yang menampakkan awal mula, titik nol dari garis panjang dalam warna-warna, lukisan perjalanan yang dibuka menghamparkan padang-padang dari tanah-tanah jauh. Dari daun jendela terbuka, jarum jam yang tak pernah khianat terhadap waktu sesekali datang juga menyapa dan salam berkepanjangan. Bukan beban tetapi terus ke depan dengan tawa kemudian menepiskan bayang-bayang sunyi. Terdengar gemuruh bertumpang-tindih, satu sama lainnya,

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: ”… -ma-ka-bu-kan-i-tu-wa-lau-sa-at-a-ku-ber-la-ri-bu-lan-su-dah-ki-ni-ti-ba-da-un-le-ma-ri-se-pi-la-gi-ra-mai-o-leh-o-rang-di-lu-ar-sa-tu-sa-tu-ter-deng-ngar-mem-ba-ca-lang-ngit-a-yam-ku-te-lah-per-gi-ka-re-na-a-da-ha-ri-mau-di-ke-bun-pa-man-dan-a-ku-pas-ber-la-ri-ka-re-na-ta-kut-se-ka-li-…”

(Ruangan menjadi sesak juga pada akhirnya. Penuh suara. Bergema suara. Saling sahut saling melemparkan gelombang. Mulanya adalah enggan dan diam, bahkan sunyi membentang.)

LELAKI BULAN MEI: “Okey, kita bermula kembali seperti apa yang ada di belakang. Mulai mengucapkan satu kata, resapi dan rasakan kekuatan apa yang hadir darinya, nikmati dan renungkan kekuatan apa yang melingkupinya. Walau hanya satu kata, tetapi dari sanalah kita semua akan bermula dan untuk selanjutnya adalah perjalanan panjang. Senyum dan tawa tetaplah kita jaga bersama. Ayo, mana satu kata yang engkau miliki. Ayo, satu kata di mana ia sembunyi. Buka catatanmu dan kita ucapkan kata itu.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei sejenak bernapas dalam, matanya melibas pandang ke seluruh ruangan. Pandang-pandang mulai menatap tajam dan mempersilahkan agar tidak ragu lagi untuk menjadi lantang. Salam untuk kita semua yang ada di ruang ini. Dan suara pun bergema kembali, satu-satu telah mulai asyik dengan kata yang dimiliki.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

Terdiam sejenak, sambil mengarahkan pandangannya ke beberapa arah

LELAKI BULAN MEI: “ … da-un …”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: terdengar lirih dari mungilnya kedua belahan bibir kecil, mencoba untuk tidak ke lain tatapan karena matanya bertumpu di lembaran catatan buku bergaris dalam kesederhanaan.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

Terdiam sejenak, sambil mengarahkan pandangannya ke beberapa arah.

LELAKI BULAN MEI: “ .. ma-ta-ha-ri… “

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: sayup pula menyusul suara di bagian belakang. Sayup pula banyak kata yang terdengar di belahan ruang, bahkan ada-ada saja dengan gelak tawa ketika sejumlah kata, mungkin masih ada yang sangat asing di lekuk-lekuk daun telinga. Suara-suara semakin ramai menjelajah dan tanpa ragu tanpa takut tanpa malu, sebuah pengepungan dari bocah-bocah yang ketiga puluh berjumlah.

(Seperti bergumam pada diri sendiri, dengan wajah penuh harap, dan berjalan mondar-mandir)

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Semoga keceriaan terus saja berkalung, sampai mereka pulang dan bercerita banyak tentang apa yang baru saja terjadi. Semoga saja orang-orang di rumah tidak menghalangi apa yang akan terjadi selanjutnya karena masih jauh dari sebuah perjalanan yang teramat panjang. Memulai dari tarian ujung pensil dan pena yang mungil, memulai dengan suku-kata dalam ucapan yang keluar dari bibir-bibir mungil dan mata ceria.”

(Berhenti, lalu secara tiba-tiba menyatakan dengan lantang)

LELAKI BULAN MEI: ”Pilihlah Aku sebagai Presiden Negeri Ini.”

(Pause, berganti jadi Tokoh Kita)

Dengan cara bergumam, namun artikulasi jelas.

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei dengan mantap dengan telunjuk penuh keyakinan telah sebagian menyampaikan bahwa semua orang memiliki hak dan tanggung jawab yang sama atas kedamaian negeri ini, punya hak dan tanggung jawab yang sama untuk menjalankan pemerintahan atas negeri ini, memilki beban yang sama atas melanjutkan perjuangan para pahlawan bangsa ini agar semua menjadi lebih baik dari yang sudah baik dan akan membentuk yang baik pada bagian-bagian pada belahan belahan tanah air ini yang tentunya belum sempat merasakan apa itu namanya kesejahteraan, kedamaian, kemakmuran, kebercukupan, kemajuan dan segala macam kemudahan.

(Pause, berganti jadi Lelaki Bulan Mei, dengan tetap bersuara lantang dan rasa percaya diri.)

LELAKI BULAN MEI: “Pilihlah Aku sebagai Pemimpin di Negeri Ini. Memang benar tanah kita yang subur ini belum sepenuhnya dapat dirasakan secara merata dan apakah hanya untuk segelintir orang saja, dengan alasan apa pun, kita semua berhak merasakan apa yang seharusnya dirasakan. Tentu saja kita tidak ingin ada yang tercerai-berai kalau kita merupakan satu kesatuan yang benar-benar utuh dan tentu saja tidak ada yang menjadi terlupakan.  Serendah apa pun kemampuan orang-orang yang ada di sekeliling kita tentu saja bukan hanya bangunan rumah kita sendiri yang menjulang sementara orang-orang sekeliling merasakan keruntuhan dan kehancuran dari sisa puing-puing keangkuhan yang dipertahankan sebagai alasan dari tayangan-tayangan untuk mempertontonkan betapa mirisnya kesenjangan. Lihatlah apa yang dirasakan oleh wilayah-wilayah sebagai penghasil kekayaan alam, dan itu semua adalah ketidak-adilan yang selalu saja membelenggu dan selalu saja dinistakan. “

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei, lelaki yang telah mencoba membuka pemikiran bahwa, negeri kita terlalu sibuk dengan persoalan hutang-hutang yang tercatat dalam daftar teramat panjang dan kita harus berjuang menjadi pelunas segala macam penderitaan, apakah hanya segelintir orang saja yang pantas menikmati tentang suburnya tanah-tanah garapan, dan kita selalu bahkan terus menerus selalu dijinakkan sebagai penonton dengan mulut menganga terbuka tanpa mampu berbuat apa-apa, badan yang lunglai dari isi perut yang kosong.

(Suasana hening, jeda dengan berjalan agak lunglai dan sedih.)

TOKOH KITA: Oh, tubuh-tubuh tanpa daya, tubuh-tubuh tanpa makna. Tubuh dengan bangunan bertulang yang hilang kekuatan tulang. Tubuh kosong kehilangan juang. Sejarah sakit ini tentu saja tak akan pantas untuk diulang sampai akhirnya para penyihir itu datang tanpa beban dan merasa tanpa ada apa-apa karena semuanya dianggap biasa-biasa saja. Salah satu penyebab paling besar mengapa negeri kita sangat akrab dengan kemiskinan. Hanya beberapa gelintir orang saja yang menikmati kesuburan tanah air ini.

(Pause, berganti menjadi Lelaki Bulan Mei.)

LELAKI BULAN MEI: “Nah, cobalah dengan cara mengumpulkan data-data persoalan yang ada itu, kita mulai tampil ke depan sebagai orang yang memang pantas untuk menjadi pilihan, ayo anak-anakku berpidatolah kalian agar kalian mampu belajar berdemokrasi sejak dini, lihatlah kenyataan bahwa kita harus bersaing ke depan. (Gelegar suara lelaki, seorang lelaki yang lagi-lagi pemicu semangat untuk maju.) Secara spontanitas kita rebut titik mimbar dan kita raih sebiji mikropon atau alat pengeras suara itu kita harus mampu sebagai orang yang mendapat dukungan, dan jangan takut untuk memulai serta jangan takut untuk kalah tetapi yang lebih penting adalah kita telah benar-benar siap menjadi orang pilihan, didasari keakraban satu kesatuan saling mendukung dan saling bahu membahu, bergotong royong untuk kemajuan bersama untuk kedamaian bersama untuk keterbukaan bersama.  Ayolah anak-anakku, kepalkan tangan kalian dan arahkan ke depan. Kita harus lebih baik dari waktu-waktu  yang telah lewat itu.” (Suara penuh semangat.)

(Menarik napas yang dalam, sejenak menatap ke beberapa arah dengan tajam dan semangat.)

LELAKI BULAN MEI: “Ayo, lepaskan takutmu, singkirkan malu itu. Kita di sini, kita sedang memulai untuk yang lebih baik lagi. jangan kita selalu dijajah oleh ketakutan kita sendiri, kita selalu terkepung oleh malu kita sendiri.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Teks pidato itu pun mulai dibaca dalam hati, dibaca diam. Diingat-ingat dan mulai dihapal-dikuasai agar penampilan di atas podium menjadi total dan akan menawan.  Tatapan tajam mata ke depan, raut muka disesuaikan dengan kata-kata yang diucapkan dan mempertimbangkan nada suara tempo lambat atau tempo cepat, garang, mendayu-dayu, protes bertujuan untuk meyakinkan bahwa semua yang disampaikan adalah benar adanya dan berharap agar orang lain, siapa saja yang, menyaksikan yang menyimak yang mengikuti sepenuhnya dapat tergiring dan menjadi sepaham dengan apa yang diinginkan, akhirnya sebagai puncak semua adalah kemenangan sebagai buah hasil dari perjalanan panjang.

(Berdiri di depan jendela, memandang ke luar, sambil terus bergumam dengan artikulasi jelas.)

TOKOH KITA: Teks pidato itu memang sepantasnya untuk ditampilkan sebagai bentuk ekspresi dan juga pembelajaran bahwa kandungan dari tema pidato, pembelajaran demokrasi, pembelajaran tentang seorang pemimpin di kemudian waktu. Pembelajaran tentang kesiapan untuk menjadi pemenang dan sebaliknya pembelajaran untuk siap dikalahkan, pembelajaran untuk siap bekerja sama baik ketika tampil sebagai pemenang ataupun ketika harus menjadi yang kalah dan selalu siap bekerja sama dengan kelapangan sebagai pihak yang kalah dalam persaingan.

(Masih berdiri di depan jendela, terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lebih semangat.)

TOKOH KITA: Dan Lelaki Bulan Mei memperhatikan setiap penampil yang bergiliran. Sebelumnya telah pula berlatih bersama dengan membacakan dari nada yang rendah, dengan nada yang sedang dan dengan nada yang tinggi.  Seperti yang telah pula disampaikan sebelumya bahwa latihan dasarnya adalah bagaimana agar suara atau vokal menjadi maksimal. Maksimal yang tentu saja disesuaikan keperluan, situasional dengan tetap menjaga unsur kejelasan serta harmonisasi dari tema dan kondisinya.

(Mendengar alunan lagu, sejenak terhenti, kemudian berpaling dari jendela, lalu seperti memperagakan apa yang diucapkannya; tetap bergumam dengan artikulasi jelas.)

TOKOH KITA: Setelah memantapkan latihan dasar-dasar mengolah suara, yang berikutnya adalah latihan pergerakan tubuh, tepatnya seluruh anggota tubuh; tangan-kaki-bahu-kepala-leher-punggung-pinggul. Rentangan tangan, langkah kaki, posisi kaki, kemiringan badan, bahu kiri dan bahu kanan, kepala bergerak-gerak, jemari-jemari, posisi tubuh berdiri, posisi tubuh pada saat duduk, posisi tubuh yang miring ke depan, dan lain sebagainya. Berulang-ulang. Untuk mencapai kelenturan seluruh anggota tubuh, untuk menancapkan kekuatan kelembutan dan daya pukau dari konstruksi tubuh yang terbentuk dan ketika berada di atas pentas berada di depan khalayak berada di hadapan para penonton akan menampilkan daya dan kharismanya sendiri. Berulang-ulang latihan tentunya.

(Pause, berganti menjadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: Sebelumnya, setiap bentuk latihan, adalah melakukan pemanasan terlebih dahulu, dimulai yang ringan-ringan.

(Bergerak dengan santai, kemudian berubah menjadi lebih lantang, dengan gaya pidato.)

LELAKI BULAN MEI: Dan yang paling penting untuk direnungkan oleh kalian semua adalah, saya akan berjuang keras dan mengusulkan kepada bangsa ini agar ibukota negeri ini setiap 50 tahun ke depan harus berpindah tempat, jangan hanya di tempat yang ada sekarang ini. Sebagai tahap awal akan saya pindahkan ke salah satu kawasan di wilayah pulau. Pada 50 tahun berikutnya akan ditentukan sejak awal bahwa ibukota negeri ini akan dipindahkan kembali pada kawasan di salah satu pulau lain pula. Begitu seterusnya sehingga masing-masing pulau besar di seluruh negeri ini akan mengalami pemerataan pembangunan dengan mengalami dampak pemindahan pusat pemerintahan itu.

(Berhenti sebentar, seraya menatap ke beberapa arah dengan sorot mata yang bersemangat.)

LELAKI BULAN MEI: Oleh karena itu pilihlah saya sebagai presiden kalian yang akan membawa kepada tahap-tahap pemerataan. (Dengan ekspresi yang penuh keyakinan.) Dan akan kita upayakan agar penempatan kawasan pusat pemerintahan ibu kota negeri ini nanti berada pada kawasan kosong dan termiskin di sekitarnya agar menjadi berkembang, agar tidak sampai kiamat tetap saja menjadi kantong wilayah yang miskin dan terus-menerus terbengkalai. Tidak pernah diperhatikan. Selalu terbengkalai dan kearifan lingkungan adalah prioritas utama sebagai syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu.

(Berjalan beberapa langkah, maju, untuk lebih menatap langsung mata-mata lawan bicara.)

LELAKI BULAN MEI: Maka pilihlah saya sebagai pemimpin kalian dan bersama orang-orang pilihan dengan semangat membangun bangsa yang tidak diragukan lagi. jangan hanya kekayaan tanah air yang sangat luas dan melimpah ini dikuasai oleh orang-orang yang jauh dari kesuburan itu, hanya dikuasai oleh orang-orang yang segelintir itu. Bunyi-bunyinya saja untuk kesejahteraan rakyat tetapi rakyat yang mana tetapi untuk segelintir rakyat yang mana.

(Jeda sesaat, sambil memutar balik arah jalan, dan kembali menghadap ke depan)

LELAKI BULAN MEI: Ya, setiap 50 tahun sekali maka pusat pemerintahan ibu kota negeri ini wajib berpindah wilayah dan pasti akan berdampak sangat positif kepada wilayah sekitar yang baru itu. Pasti itu, tentu saja dengan perencanaan yang sangat matang, tentu saja dengan semangat membangun yang sangat matang, tentu saja dengan kejujuran yang sangat matang, tentu saja dengan kesiapan aparat yang sangat matang, tentu saja dengan tingkat pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana yang sangat matang dan diawasi dengan tingkat pengawasan yang sangat hati-hati dan matang.

(Kembali ke dekat meja)

LELAKI BULAN MEI: Pembangunan kita adalah pembangunan dengan jangka waktu yang sangat panjang, bukan hanya untuk yang sesaat saja. Ya, setiap 50 tahun maka sebuah kawasan yang terletak di pulau-pulau terbesar  tersebar di wilayah negeri ini akan sangat mengalami kemajuan itu, bukan hanya dirasakan oleh satu wilayah yang itu-itu saja.

(Melanjutkan gaya pidato dengan suara agak rendah)

LELAKI BULAN MEI: Kesiapan mental aparatnya sangatlah menentukan dan tidak hanya mengumbar alasan-alasan-alasan-bahkan dengan berbagai alasan yang sekali lagi mencoba menahan dengan alasan dan alasan yang ternyata untuk bertahan pada satu titik alasan yang lagi-lagi mencoba menahan berdasarkan alasan-yang-alasan.

(Kembali bersemangat)

LELAKI BULAN MEI: Ternyata kepentingan pribadi dan kelompok atau sebuah kemauan partai atau sekelompok partai secara hitungan jual-beli kepentingan, bukan untuk kepentingan seluruh wilayah yang jelas-jelas menutup mata bahwa pada titik-titik tertentu ditelantarkan, kekayaan yang bertumpu pada hanya satu wilayah saja dan itulah hati pada sekeping papan. Nah, para pemilih, jangan lupa pilihlah saya. Saya telah memasang gambar pada tempat-tempat yang telah ditentukan. Ayo, jangan ragu, pilihlah saya sebagai pemimpin kalian.

(Selesai berbicara, lalu duduk dengan merubah ekspresi wajah keluar dari gaya pidato)

LELAKI BULAN MEI: “Nah, anak-anakku, naskah pidato itu sekedar sebagai contoh. Tetapi bila di antara kalian yang mau dan mampu menambahkan poin-poin penting atau catatan-catatan yang kalian anggap lebih penting dari itu maka silahkan saja. Tentu itu akan menjadi lebih baik lagi.”

 (Lalu Lelaki Bulan Mei menghela napasnya panjang sekali, seakan baru saja berlari dengan daya tempuh yang teramat jauh dan teramat melelahkan, namun keceriaan terpancar di wajahnya.)

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

Posisi masih duduk seperti saat Lelaki Bulan Mei duduk.

TOKOH KITA: Menulis untuk dilanjutkan, dan selanjutnya menulis lagi. kita membentuk kelompok berpasangan, dua-dua, dan masing-masing menyiapkan alat tulisnya sendiri. Lelaki Bulan Mei memberikan aba-aba, di saat yang telah ditentukan maka hasil tulisannya akan segera diserahkan kepada pasangannya dan setelah dibaca dengan seksama maka diberikan komentar singkat sesuai waktu yang disediakan, setelah selesai hasil tulisan atau komentar tersebut diserahkan kembali kepada pasangan masing-masing, dibaca lagi dan diberi ulasan selanjutnya. Berulang-ulang, berulang-ulang. Persoalan tema boleh jadi dibebaskan boleh jadi ditentukan boleh jadi atas dasar kesepakatan bersama.

(Dengan tetap bergumam dengan artikulasi jelas, Tokoh Kita berdiri menuju jendela)

TOKOH KITA: Membaca sambil duduk, Membaca sambil berdiri di lantai, Membaca berdiri di atas kursi, Membaca berdiri di atas meja, Membaca berjalan dan berlari-lari. Membaca teks sastra, baik itu puisi cerita atau naskah drama sederhana yang berupa cuplikannya saja dilakukan pada mulanya dengan cara duduk di kursi.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Ayo anak-anakku, bacalah dengan suara yang pelan-pelan saja. Jangan takut jangan ragu. Jangan malu, kita bersama-sama tak ada orang lain di sini semua kawan semua orang-orang kita juga, ayolah anak-anakku, bacalah dengan memulai menggerakan tangan sebelah kanan, angkat lebih tinggi ya lebih tinggi lagi (LELAKI BULAN MEI MENGANGKAT TANGAN, sambil memperagakan apa yang dikatakannya.), rentangkan ke depan, tatapan lurus pada satu titik pandang. Baca kembali dan mulai pula menggerakkan tangan sebelah kiri, rentangkan melebar dan meninggi, semakin melebar ke kanak dan ke kiri, rentangkan keduanya ke depan. Bergoyang-goyang, kepala boleh jadi dimiringkan sidikit ke arah kiri atau ke arah kanan.

(Dengan bergerak seperti sedang mengajak lawan bicara bergerak dan berdiri)

LELAKI BULAN MEI: Nah, semua kini berdiri, jadi tidak ada yang duduk lagi. ayolah anak-anakku, kita baca kembali tulisan yang telah tersedia. Berulang kita lakukan dengan suara yang dimulai pelan, meninggi, pelan lagi dan meninggi lagi, terus saja menjaga agar pembacaan tetap jelas dan mantap. Badan bergerak, tangan direntangkan melebar dan arahkan pula ke depan. Sekarang kita baca dan semuanya mulai berani naik ke atas bangku. (Lelaki Bulan Mei naik ke atas bangku/kursi) Ayolah anak-anakku, jangan takut jangan ragu dan jangan malu. Hati-hati, kita kuasai diri dahulu agar berdirinya aman dan tenang. Ayo kita coba untuk turun kembali. Ya, satu dua tiga, naik lagi bersama-sama. Menyimak lalu Mencatat cerita kawan, Bercerita tentang apa yang baru saja dicatat, Memberikan komentar tentang cerita yang baru saja disampaikan.

(Turun dari kursi/bangku, lalu mendekat ke lawan bicara)

LELAKI BULAN MEI: “Kita bagi dalam beberapa kelompok, satu kelompok boleh terdiri dari tiga orang, satu orang dari setiap anggota kelompok itu bercerita kepada kedua temannya, satu orang dari kedua penyimak bertugas mencatat apa yang disimaknya, bagi yang menyimak tadi menyampaikan secara lisan kepada kawan yang seorang dari mereka. Seorang sebagai penyimak terakhir tadi akan menyampaikan ceritanya kepada kelompok yang lain.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Membaca tanpa suara, gerak tangan, bahu, punggung, mata ke depan untuk mendekatkan kepada yang namanya penghayatan lebih ke dalam maka latihan membaca tanpa suara adalah sangat mendukung.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Ayo anak-anakku, mari membaca yang bergerak hanya kedua belah bibir berkomat kamit sesuai teks yang ada, ayolah coba sekali lagi, berulang kali lakukan pergerakan tangan kanan, baca lagi tanpa suara dan lakukan pula  pergerakan tangan sebelah kirinya, pada anggota tubuh yang lain, bahu dan punggung ikut melakukan, mata menatap ke depan, ya coba lagi. Ayo, anak-anakku, coba lagi membaca, kedua tangan ikut dalam gerakan, bahu, punggung dan anggota badan yang lain, kuasai seluruh teks yang ada, hayati setiap ucapan dan suara-suara.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

Masih sama posisi Lelaki Bulan Mei, hanya dengan ekspresi datar dan bergumam.

TOKOH KITA: Seperti roda berjalan, akhirnya tulisan itu kembali. Bila ada sejumlah anak yang memulai untuk belajar, yang memulai untuk maju dan membuka cakrawala pemikiran maka sejumlah itu pula hasil tulisan akan berjalan dari satu anak kepada anak yang lainnya.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Ya, kita mulai dengan menuliskan ‘apa yang kamu lihat sekarang ini’, tulislah, atau kamu juga boleh memulainya dengan ‘apa yang kamu dengar sekarang ini’, tulislah, bahkan di luar dari apa yang telah ada, karena kamu masing-masing telah memiliki rencana sendiri untuk menuliskannya, sampai hitungan sepuluh maka kita akan berhenti untuk menulis. Ya, silahkan menulis apa saja yang ada terlintas di pikiran kalian atau yang ada di pelupuk mata kalian bahkan yang sedang hinggap di gendang telinga kalian. Pertanyaan juga boleh, pernyataan juga boleh, bahkan tentang mimpi tadi malam di saat kalian tidur pun juga boleh, dan apa yang kamu tulis ‘tidak ada yang salah’, ya jangan takut jangan malu, dalam hitungan sepuluh kalian akan berhenti menulis, dan berhentilah ujung pensilmu dan berhentilah ujung penamu menari-nari di atas selembar kertas itu.”

Bergerak maju, dengan wajah ceria, seakan sinar mentari menjadi cerah karenanya yang masuk lewat jendela dan lubang-lubang yang tidak dikehendaki.

LELAKI BULAN MEI: Memetik bunga, Mencatat tentang bunga, Menulis puisi dengan judul “Oh, Bunga”. Lelaki Bulan Mei berucap untuk membangkitkan semangat, aktif dan selalu kreatif,” Seperti pada bulan-bulan yang lain, tetapi pada bulan Mei ini ada yang lebih istimewa, dan kita akan mengalami proses untuk menjadi lebih baik dari yang sudah ada sekarang ini. Pada bulan ini pula sejarah tak bisa melupakan bahwa telah terjadi revolusi pemikiran dan dunia proses yang lebih panjang harus selalu digelorakan. Bulan kebangkitan dan kita harus sadar bahwa dengan adanya generasi yang menjalani masa-masa pendidikan akan menjadi siap untuk tidak sekedar dirongrong oleh hutang-hutang bangsa ini kepada bangsa lain. Kita harus bersiap untuk melakukan sendiri, menjadi tuan rumahnya sendiri atas ladang-ladang garapan, atas tanah-tanah yang sekarang sudah banyak berlubang dan menyakitkan.”

Sesaat menatap dengan yakin …

LELAKI BULAN MEI: “Benda-benda yang sangat disuka. Tentu saja kalian punya benda yang sangat disukai, di rumah atau di mana saja, bahkan mungkin benda itu  sedang kamu bawa saat ini.

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei memulai lagi dengan  memberikan ruang  di alam pikir anak-anaknya untuk membentuk bayang-bayang pada benda tertentu, masing-masing akan berupaya mengingat  masing-masing akan berupaya untuk dapat menghadirkan benda apa yang mereka pilih sebagai kesayangan yang sangat disukainya, boleh jadi berbeda atau bahkan ada yang sama.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

Suara datar, tetap semangat.

LELAKI BULAN MEI: Menjadi juri ketika kawan berlomba Membaca di depan. Tetapkan pilihan bahwa memang yang terbaiklah  yang akan menjadi bernilai dalam pandangan sebagai juri, entah siapa dia, entah apapun yang terjadi dengan jarak dekat atau jauh hubungannya. Juri akan menentukan yang tertinggi penilaiannya dengan kesepakatan bersama. Akumulasi nilai dan hasil kesepakatan pembicaraan akan menentukan bahwa yang terbaik akan tampak. Memulai dengan keseriusan memperhatikan segala unsur dalam penilaian. Suaranya bagaimana, penghayatannya bagaimana, dan gayanya bagaimana. Tentu saja lebih rinci lagi setiap unsur dari ketiga garis besar itu ada, masing-masing akan lebih banyak mempengaruhi batas pandang untuk memberikan penekanan dalam menentukan angka. Belajar menjadi penilai tentu saja boleh jadi menyiapkan argumentasi secara lisan bila memang diperlukan.

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Aku harus tampil ke depan. Inilah saat yang paling tepat untuk memperebutkan tempat yang memang seharusnya untuk diperjuangkan. Tidak boleh hanya berdiam duduk dengan tenang.

(Pause, berganti Lelaki Bulan Mei)

Suara Lelaki Bulan Mei terdengar sangat merdu.

LELAKI BULAN MEI: “Ayo, siapa yang berani tampil ke depan.”

(Pause, berganti Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Aku akan membaca dengan gaya dan nada yang biasa-biasa saja, tidak harus tampil dengan sepenuh-penuh emosi dan penghayatan mendalam segala, okey, yang pertama adalah keberanian kaki kiri atau  kaki kanan ini melangkah dan bergerak maju ke depan, dan aku harus berani menatap kawan-kawan, yang jelas harus aku biasakan apa yang akan menjadi pengalaman terbaik dalam hidup ini, inilah saatnya aku berani maju dan membuktikan bahwa  berdiri di depan itu tidaklah menyakitkan, ya tidaklah menjadi beban, semua akan biasa-biasa saja.

(Pause, berganti menjadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Okey, yang penting kalian berjalan dari tempat dudukmu, berdiri, melangkahkan kaki dan terus berjalan dengan pasti lalu sampai pada titik tengah panggung ini, ya bangku kecil ini akan kita jadikan panggung untuk kamu berdiri, jangan takut jangan malu, teruslah berjalan, dan layangkan pandang matamu ke segala penjuru.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

Lagi-lagi suara lelaki itu terdengar sangat merdu merayu-rayu. Bangku kecil dijadikan panggung, layangkan pandang matamu ke segala penjuru.

TOKOH KITA: Belum ada yang bergerak, oh sangat belum. Terlihat ada yang menahan napas, ada yang celingak-celinguk agar orang lain terlebih dahulu yang maju. Oh, sangat menarik dan merupakan tantangan asyik bagi lelaki itu untuk  menjadi mampu, dan nanti akan ada yang terjadi sebagai perubahan sikap. Lelaki Bulan Mei sangat merasakan bahwa segala sesuatu harus dilakukan berulang kembali dari titik yang telah dimulainya.

(Pause, kembali jadi Lelaki Bulan Mei)

LELAKI BULAN MEI: “Kalian berdiri, kemudian melangkahkan kaki perlahan ke depan, berjalan dengan tenang dan melewati bangku ini lalu memutarkan badan setelah itu kembali lagi ke tempat semula. Di depan ini tidak harus kalian melakukan sesuatu, ayo berjalanlah dan bergeraklah., okey, kalian juga boleh melakukan sesuatu, misalnya dengan bermain ‘ci-lub-baaaa’, sekali lagi ‘ci-lub-baaaa’.”

(Pause, menjadi Tokoh Kita)

TOKOH KITA: Lelaki Bulan Mei telah mencairkan degup di dadaku. Jadi, tidak ada alasan aku menjadi takut untuk tampil ke depan. Berjalan dan berputar di sekitar bangku itu. Bahkan aku bisa ucapkan kata-kata yang sederhana saja dahulu. Akh, hanya maju saja, siapa takut.

(Melangkah maju, Tokoh Kita merentangkan tangannya dan menarik napas yang dalam, seakan bersiap untuk melayang dan melambung setinggi-tingginya)

TOKOH KITA: Jendela rumahku, Terbuka. Terkuak menjadi sangat lebar. Banyak awan di atassana, yang selalu saja berubah bentuk dan sangat cepat dalam hitungan angka-angka. Angin pun menerpa masuk membawa hawa segar di dalam ruang berjendela. Mata terbuka, telinga terbuka. Daun-daun memantulkan bias cahaya.  Jendela rumahku terbuka.

Jendela rumahku terbuka. Jendela rumahku terbuka. Jendela rumahku terbuka.

(Tokoh Kita terus bergumam hingga hanya terdengar sayup-sayup dan menghilang. Lampu perlahan mengiringi semakin redup dan akhirnya gelap. Kegelapan menjadi misteri yang harus dipecahkan dengan keterbukaan cakrawala berpikir dan keberanian melangkah.)

Sesaat kemudian, cahaya kembali, Tokoh Kita berdiri di atas bangku …

Suara Lelaki Bulan Mei kembali terdengar lewat gumam Tokoh Kita, “Biarlah Bangku kecil ini dijadikan panggung, layangkan pandang matamu ke segala penjuru.” Berulang-ulang yang semakin lama semakin menghilang, yang diiringi dengan senyum Tokoh Kita.

Banjarbaru, 26 Oktober 2011


Link to full article

Love, Diana

During my recent Singapore trip, I was invited to visit the warehouse of Love, Bonito, a Singaporean fashion line owned by three gooooooorgeous girls; Velda Tan, Rachel Lim and Viola Tan. Feel so honored! :)

Photobucket
Photobucket

I've actually never heard of this brand nor the online shop before so I was really excited to see the warehouse and all the stuff they have myself. Joining me were bloggers Clara & Cheesie...:)

Photobucket

The three ladies were so kind to let us play around and try on their clothes and shoes, and they also allowed us to pick and bring home some pieces for free...very kind, yes? :D

Photobucket
Photobucket
Photobucket
PhotobucketPhotobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket
Photobucket

These were the items I chose...

Photobucket
Photobucket

Love, Bonito is only available online, and they happily ship worldwide including to Indonesia! They have many lines such as their premium line 'COVET', 'Basics by Love, Bonito', 'Swimwear by Love, Bonito' as well as their most recently launched, 'Bridesmaids by Love, Bonito'. From what I saw, their pieces are very universal, in the sense that it can appeal to many types of people because the designs are nothing edgy nor loud. Nothing over the top, just wearable for day and night.

If you like their stuff, for the month of November (1st - 30th), Love, Bonito is extending a flat shipping rate of SGD$7.00 to their international orders inclusive of registered mails. This is a very very very good deal for us Indonesians, you know? :)

SHOP AWAY NOW! :)


And do join Love, Bonito on Twitter and Facebook...:)

PS: Happy faces after getting freebies...;p

Photobucket

Link to full article

Danau Prioritas Danau Indonesia Paling Rusak Parah

Danau prioritas dan danau Indonesia yang mengalami kerusakan paling parah di Indonesia adalah 15 danau di Indonesia yang ditetapkan menjadi danau prioritas periode 2010-2014. Ke-15 danau tersebut dipilih Konferensi Nasional Danau Indonesia II (KNDI II) berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan … Continue reading
Link to full article

Indahnya Awan

Indahnya alam, eh awan. Ini dipotret beberapa menit yang lalu di belakang rumah.

Lukisan awan” merupakan salah satu potret yang saya sukai. Alasannya, mudah dipotret :)  dan membuat hati senang. (Itulah sebabnya saya kurang suka hujan.) Terlepas dari itu, memang hebat sekali karunia Allah Yang Maha Kuasa. Betapa indahnya. Saya bersyukur bisa menikmati hal ini.


Filed under: foto Tagged: foto, postaday2011
Link to full article